Singkong, makanan rakyat yang berjasa di masa gelap

Kisah tentang singkong dan bagaimana tanaman ini menandai kejayaan dan keruntuhan sebuah era.


Singkong yang berakar hingga jauh


Aslinya, singkong berasal dari Amerika Selatan dan telah dibudidayakan selama 5.000-an tahun. Sebatang pohon singkong bisa menghasilkan akar yang gemuk-gemuk sampai beratnya mencapai 20 kilogram.

Karbohidrat yang dikandungnya terjaga dengan sempurna di bawah tanah. Bebas dari predator dan serangga berkat kulit tebal yang mengandung racun sianida.


Untuk menetralkan racun, akar mesti dikupas, ditendam, dibakar, dimasak, atau difermentasi dulu agar bisa dikonsumsi.


Di Indonesia, singkong mungkin tiba bersamaan dengan kehadiran penjelajah Eropa. Tapi tak banyak sumber yang menyebutkan soal budi dayanya.

“Pertengahan abad ke19, di Demak ada kelaparan. Itu wabah yang luar biasa. Habis itu, tahun 1850-an seluruh residen Jawa dan Palembang dikumpulkan untuk diperkenalkan dengan sebuah tanaman, itulah singkong,” kata Haryono Rinardi sejarawan Universitas Diponegoro Semarang, penulis buku Politik Singkong Zaman Kolonial.


Singkong diperkenalkan sebagai jalan keluar dari krisis pangan. Tapi nyatanya, singkong malah lebih moncer sebagai komoditas dagang.

Hindia Belanda jadi produsen utama dunia. Tepung singkong diekspor untuk pangan, pakan ternak, lem, hingga industri kain.

“Di Prancis, gaplek diolah untuk menjadi minuman untuk pengganti anggur,”


Ada lonjakan produksi ubi kayu yang luar biasa ketika kita menghadapi krisis. Krisis pertama itu ketika Perang Dunia I. Kita kena blokade Jerman.