SEPULUH TAHUN BERLALU, SUAMIKU YANG DULU MENINGGALKANKU SEKARANG MENJADI SOPIR.

Judul : Karma Suami Selingkuh

“Kenapa harus gue, kenapa tidak yang lain saja yang dipindah.”
“Tiara, itu ‘kan tempat asal lu, seharusnya Lu senang.”
Kujatuhkan kepalaku di meja kerjaku. Ini sangat berat karena aku harus bertemu masa laluku. Apa aku sanggup melihat Mas Mahesa bersama istrinya dan anak-anaknya. Ah, kenapa aku dihadapakan pada masalah ini, seharusnya aku tidak pernah kembali ke kota itu.
“Kamu kenapa, sih, Ra?” Deny menggoyangkan lenganku, lelaki gembul itu bahkan tidak mau membantuku saat kuberi kode, dia malah nerocos merekomendasikanku untuk pindah tugas di kota itu. Pintar sekali anak ini ngecap.
“Lu, yang kenapa, udah gue kode-kodein agar bantu gue malah ikut rekomendasiin. Dasar sahabat sableng.”
“Idih, kenapa ngatain gue sableng. Lu, tuh, yang sableng.” Deny melabaikan tanganya seperti cowok bengkok. Lelaki itu memang sering dikira bengkok, tapi percayalah dia sebenarnya lelaki tulen tidak pakai koma. Istrinya juga cantik dan dia juga sudah punya tiga anak yang cantik-cantik.
“Lu, tahu ‘kan kalau gue nggak mau ke kota itu, kenapa malah ,Lo, rekomenin gue.”
“Sorry, gue tuh udah cocok kerja sama, Lu, makanya gue minta Pak Fajar untuk pilih Lu buat barengin gue.”
“Ngomong aja kalau Lu minta bantuan gue, kerjaan Lu nggak bakal beres kalau bukan karena bantuan gue.”
Deny menggaruk kepalanya lalu nyengir, sumpah pengen gue tabok mukanya yang sok polos itu.
Aku sudah mencoba untuk memberi alasan pada Pak Fajar, tapi lelaki itu nyatanya malah mengatakan kalau ini adalah keputusan yang tepat karena aku dipindah ke tempat asalku. Aku sudah memberi alasan jujur pada Pak Fajar, tapi lelaki buncit itu malah menertawakanku.
“Kalau kamu sudah bisa move-on, ngapain takut ketemu mantan, kecuali kamu pengen balikan sama mantan,” katanya dengan masih saja tertawa, padahal nggak ada yang lucu.
Memangnya aku di sana akan ketemu mantan pacar yang hanya bucin-bucinan lalu putus. Ini tidak seperti itu, Esmeralda. Kami bersama selama satu tahun, pernah makan sepiring berdua; tertawa berdua dan berbagi peluh berdua. Ah, kenapa juga mereka tidak mengerti bahwa ini sangat berat. Satu tahun pernikahan itu masih indah-indahnya, aku pun pernah mengalami masa indah itu, sebelum akhirnya wanita itu datang dan merebut suamiku.
Mantan. Bahkan aku merasa Mas Mahesa belum menjadi mantan karena aku membawa buku nikahku agar dia tidak menceraikanku dan agar dia tidak bisa menikahi selingkuhannya secara resmi, itu yang kupikirkan dulu. Apa aku jahat? Tidak, karena di sini yang menderita ternyata aku karena aku masih belum bisa move-on dari Mas Mahesa.
***
“Kalian hati-hati, kerja keras dan kerja cerdas. Buat perusahaan kita berkembang.” Pak Fajar menepuk pundakku, tangannya yang besar membuat tubuhku yang mungil sampai goyang.
“Percayakan pada kami, Pak.” Deny menepuk dadanya jumawa.
Deny memang suka sekali cari muka di hadapan Pak Fajar, seringnya pekerjaannya aku yang tangani. Aku, sih, nggak masalah karena Putri-anakku juga aku titipkan pada istri Deny.
Saat awal Lintang menawari menjaga Putri, aku memberinya upah, tapi Lintang menolak dan dia marah karena dia menganggap kami adalah saudara dan tidak ada bayaran atas bantuan. Aku pun tidak serta merta keenakan tidak memberi mereka sebagai tanda terima kasih, aku sering membelikan bahan makanan dengan alasan aku malas masak. Kalau bahan makanan, Lintang tidak pernah menolak. Lintang menganggap aku dan putri adalah keluarga, kami sama-sama dari kota lain dan kami tidak punya saudara di tempat itu.
“Aku percaya pada kalian.” Pak Fajar kini ganti menepuk pundak Deny. Begitu bahagianya dia sampai melirik padaku. Pamer!
Kami menunggu keberangkatan kami 15 menit lagi. Deny diantar istri dan anak-anaknya. Mereka berpelukan dan menangis melepas kepergian kepala keluarga mereka. Aku tahu Deny tidak pernah meninggalkan istri dan anaknya. Ini kali pertama mereka dipisahkan jarak dengan satu jam perjalanan udara dan 30 menit perjalanan darat kalau tidak macet.
“Nanti kalau perumahan sudah beres, kalian aku antar menyusul Deny,” kata Pak Fajar pada istri dan anak-anak Deny.
Putri dan ketiga anak Deny berpelukan, mereka menangis karena selama ini mereka selalu bersama, bahkan Putri lebih dekat dengan keluarga Deny dari pada aku yang melahirkannya. Aku sadar karena aku harus menjadi tulang punggung karena ayahnya tidak tanggung jawab malah menikahi selingkuhannya.
“Ra, aku titip Mas Deny, ya.” Lintang memelukku, entah kenapa dia percaya sekali denganku yang seorang janda ini, mana ada istri yang menitipkan suaminya pada seorang janda, tapi mereka beda, mereka menganggapku saudara dan mereka percaya padaku.
“Sudah tua bangkotan gini masih dititipin, ogahlah,” jawabku agar perpisahan ini tidak begitu menyakitkan.
“Ra, bukan aku yang ditititpin, tapi nanti juga aku yang repot gendong Putri kalau tidur.”
“Ayah, Putri itu sudah besar, nggak mungkin minta gendong.” Putri langsung menempel padaku sambil mengerucutkan bibirnya. Satu lagi, Putri memanggil Deny ayah dan Lintang Ibu, kalau orang melihat kami dikira keluarga poligami. Itu sebenarnya mereka juga yang meminta karena mereka agar Putri merasa punya ayah, istilahnya sewa nama ayah. Sudahlah apa pun itu asal putriku senang.
Aku sudah menasehati Putri untuk tidak terlalu dekat-dekat dengan Deny, sedekat apa pun kami, tetap saja kami tidak punya hubungan darah, kami punya batasan sendiri dan menjaga privasi masing-masing.
Satu jam adalah perjalanan yang menegangkan buatku, aku paling benci berada di pesawat karena aku takut ketinggian. Dulu saat aku meninggalkan rumah, hal yang paling menakutkan adalah naik pesawat, beruntung saat itu aku ditemani Kania, sayangnya temanku itu ikut suaminya ke luar negeri. Dari Kania lah aku dipertemukan dengan keluarga Deny.
“Pesen taksi online, gih.” Deny membawakan koperku sedang aku menggandeng putri.
Kubuka ponselku dan mengaktifkannya lalu membuka aplikasi taksi online. Mataku terbelalak saat melihat driver bernama Mahesa Adipratama lalu kulihat fotonya. Kukucek mataku memastikan lagi apa benar Mas Mahesa.
“Den, ini mantan suamiku, tapi apa iya dia jadi driver ojek online?” Kutunjukkan ponselku pada Deny agar dia melihat.
“Mana gue tahu seperti apa suami Lu.”
Aku lupa kalau aku tidak pernah menunjukkan foto Mas Mahesa pada siapa pun. Sekali lagi kupastikan kalau itu Mas Mahesa, tapi apa mungkin, seharusnya dia sudah jadi direktur karena saat aku meninggalkannya dia akan direkomendasikan jadi direktur.
“Kalau Lu penasaran, pesan aja itu.”
Lima menit kami menunggu, mobil sedan putih melaju pelan lalu berhenti tepat di dekat kami. Pintu mobil di buka, dadaku semakin berdebar menunggu lelaki itu keluar.
“Pesanan atas nama Pak Deny?” tanya lelaki itu.
Sedetik dua detik … jantungku berpacu lebih cepat. Lelaki itu membuka kacamata hitamnya lalu menatapku. Kami pun saling bertatapan.
“Tiara?”
“Mas ….”
Aku langsung berpegangan pada lengan besar Deny karena hampir saja aku pingsan melihat lelaki itu.