Suasana di pinggir sungai, sontak ramai. Kabar berita tentang hilangnya Samun langsung tersebar ke seluruh kampung. Masyarakat berduyun-duyun datang untuk menyaksikan langsung proses pencarian Samun.
Pihak berwajib dan Tim Sar turut dikerahkan. Tim Sar membentuk ombak buatan di sekitar lokasi Samun menghilang, dengan harapan mayat Samun yang tenggelam akan muncul ke permukaan. Begitulah asumsi sementara, Samun kemungkinan tenggelam ke dasar sungai.
“Coba tanya ke orang pintar. Siapa tau mayatnya disembunyikan hantu sungai.”
“Sungai ini sudah lama gak makan korban, mungkin si Samun jadi tumbal.”
“Dulu pernah ada juga orang hilang di sini, katanya penghuni sungai ini manusia ular.”
“Barangkali dia mau menyeberang, makanya dia buka baju.”
“Mungkin tadi malam tiba-tiba ada pusaran air, makanya Samun tenggelam.”
“Bisa jadi, orang yang pandai berenang sekalipun tak bisa keluar dari pusaran air.”
Berbagai macam komentar bermunculan, dari orang-orang yang menyaksikan. Masing-masing dari mereka seakan tau, apa yang terjadi dengan Samun. Salbiah dan anaknya terus saja meratap di tepian sungai. Wak Esah, yang juga ikut, ingin menyaksikan proses pencarian Samun, berusaha menyabar-nyabarkan hati Salbiah.
Hingga siang hari, pencarian terus dilakukan. Setelah ombak buatan tak berhasil. Beberapa tim Sar dikerahkan untuk menyisir sungai. Yang dianggap ahli berenang, menyelam ke dasar sungai. Beberapa warga yang bisa berenang juga turut membantu. Tak terkecuali Hasan. Dia juga turut menyelam, mencari temannya itu. Dibekali kacamata renang dan selang oksigen Hasan mulai menyelami ke dasar sungai yang tak seberapa dalam sebenarnya. Kedalaman dasar sungai, hanya sekitar dua meter lebih. Namun kalau sudah naas menimpa, malang takkan dapat ditolak.