Dari Suka ke Ketergantungan: Bahaya Kecanduan yang Tak Disadari

Pada saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari kita. Platform seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan TikTok telah menjadi rumah kedua bagi banyak orang di seluruh dunia. Tanpa kita sadari, kita sering kali terjebak dalam kebiasaan “scrolling” atau menggulir konten tanpa henti dalam jangka waktu yang lama.

Media sosial hadir di mana-mana, dapat diakses melalui ponsel atau komputer, dan telah menjadi bagian penting dari rutinitas harian kita. Baik saat kita sedang sibuk atau pun saat kita memiliki waktu luang, media sosial mampu memikat perhatian kita. Kita menggunakannya untuk berbagai kegiatan, mulai dari berbincang-bincang dengan teman, membagikan postingan menarik, mengikuti gosip terbaru, hingga mendengarkan apa yang dikatakan orang lain. Salah satu daya tarik utama media sosial adalah ragam konten yang ditawarkannya. 

Mulai dari foto, video, berita, opini, hingga hiburan, semua dapat ditemukan di platform tersebut. Hal ini membuat kita tergoda untuk terus menghabiskan waktu dalam menelusuri konten yang menarik minat kita. Dalam prosesnya, kita mungkin mengalami kehilangan waktu yang berharga dan mengabaikan tugas atau kewajiban yang lebih penting.

Media sosial telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari banyak orang, dan angka pengguna media sosial yang terus meningkat menyoroti betapa signifikannya pengaruhnya dalam masyarakat saat ini. Namun, di balik kepopuleran dan keberhasilannya, perlu diperhatikan bahwa media sosial juga memiliki dampak negatif yang perlu kita perhatikan.

Data dari We Are Social menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia pada tahun 2023 mencapai angka yang mengesankan.

60,4%, aktif menggunakan media sosial. Ini menunjukkan betapa luasnya penggunaan media sosial di masyarakat kita. Tak hanya itu, penggunaan rata-rata internet per harinya juga mencapai angka yang signifikan, yaitu sekitar 7 jam 42 menit. 

Jumlah waktu yang cukup lama ini menunjukkan betapa banyaknya waktu yang dihabiskan oleh orang-orang dalam mengakses konten di internet, termasuk media sosial.


Di satu sisi, media sosial memungkinkan individu untuk terhubung secara virtual, membentuk ikatan sosial, dan memperlihatkan diri mereka kepada orang lain. Namun, di sisi lain, terdapat kecenderungan untuk menggunakan media sosial secara berlebihan, yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Salah satu faktor yang memicu penggunaan media sosial secara berlebihan adalah FOMO (Fear of Missing Out), yaitu ketakutan untuk melewatkan informasi atau peristiwa yang sedang terjadi.


Orang yang mengalami FOMO cenderung merasa cemas dan terus berpikir tentang hal-hal yang mereka lewatkan. Mereka merasa penting untuk selalu mengikuti kehidupan orang lain dan memperoleh informasi terbaru melalui media sosial. Namun, ketergantungan pada media sosial juga dapat menyebabkan kegelisahan dan ketidaknyamanan pada individu
Detoks sosial media tidak berarti berhenti total menggunakan media sosial.

Detoks dilakukan ketika seseorang merasa stres dan resah dengan kehidupan sosial orang lain. Tujuan detoks adalah mengurangi penggunaan media sosial untuk sementara waktu agar dapat fokus pada kehidupan nyata dan mengurangi stres.
Berikut adalah beberapa metode yang dapat dilakukan untuk melakukan detoks media digital:
1. Buat daftar gadget yang digunakan.
2. Tetapkan batas waktu penggunaan media digital.
3. Tetapkan target yang sesuai dengan kemampuan.
4. Berkomitmen untuk mengubah satu kebiasaan pada satu waktu.
5. Hindari menyimpan smartphone di ruang tidur.
6. Berikan perhatian kepada orang lain dan interaksi sosial di dunia nyata.
Dengan melibatkan diri dalam detoks sosial media, kita dapat mengurangi ketergantungan digital, menemukan keseimbangan antara kehidupan online dan kehidupan nyata, serta meningkatkan kualitas interaksi sosial dan koneksi dengan lingkungan sekitar.