Danau Lau Kawar di Sumatera Utara, Daya Tarik dan Harga Tiket.

Danau Lau Kawar memiliki keindahan yang tidak kalah dibandingkan Danau Toba.

Danau Lau Kawar terletak di di bawah kaki Gunung Sinabung, Desa Kutagugung, Kecamatan Namanteran, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Danau yang terkenal karena keindahan alamnya ini menjadi tempat rekreasi yang menarik serta penelitian.

Berikut ini daya tarik Danau Lau Kawar.

Daya Tarik Danau Lau Kawar.

Danau Lau Kawar merupakan danau yang terletak di kaki Gunung Sinabung yang memiliki luas kurang lebih 200 hektar.

Danau dikelilingi pegunungan yang ditumbuhi pohon kayu hutan hujan tropis.

Wilayah ini merupakan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dengan ketinggian 2.451 meter di atas permukaan laut.

Iklimnya di sekitar danau sejuk dengan suhu sekitar 16 sampai 17 derajat Celcius, sehingga kawasan ini tergolong subur.

Pemandangan di sekitar danau sangat indah. Air danau tenang dan bening. Sebelum letusan Gunung Sinabung pada 2011 di sekitar danau ditumbuhi anggrek yang membuat pemandangan sekitar semakin mengagumkan.

Sementara, pinggiran danau terbentang lahan seluas 3 ha yang sangat cocok untuk berkemah dan bermalam. Banyak pengunjung yang mendirikan tenda di kawasan ini.

Selain menikmati danau, pengunjung juga dapat melakukan berbagai aktivitas di danau, seperti memancing, menyewa perahu, naik kapal boat, maupun panjat tebing.

   Harga Tiket Danau Lau Kawar.

Pengunjung tidak dikenakan retribusi di Danau Kawar. Mereka hanya dikenakan membayar tiket parkir kendaraan, yaitu Rp 5.000 untuk kendaran roda dua dan Rp 10.000 untuk kendaraan roda empat.

   Rute ke Danau Lau Kawar.

Danau Lau Kawar berjarak kurang lebih 27 km ke Kota Berastagi.

Dari Kota Berastagi akan melewati Jalan Simpang Empat-Jalan Lau Kawar-Danau Lau Kawar.

Perjalanan ke Danau Lau Kawar cukup menyenangkan karena pemandangan alamnya indah dari berbagai macam tanaman.

Perjalanan ini juga akan melewati rumah adat karo yang telah berusia ratusan tahun di Desa Lingga.

Legenda Terbentuknya Danau Lau Kawar

Di tengah masyarakat berkembang berbagai versi cerita terbentuknya Danau Lau Kawar.

Nama kawar yang melekat pada Danau Lau Kawar adalah nama sebuah desa yang subur serta masyarakatnya memiliki mata pencaharian bercocok tanam. Hingga, hasil panen desa itu selalu melimpah.

Suatu saat, Desa Kawar mendapatkan hasil panen yang berlipat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Untuk mengucap rasa syukur, penduduk desa mengadakan pesta adat yang lebih meriah dari tahun sebelumnya.

Semua persiapan dilakukan, mulai memasak, menyediakan pakaian warna-warni, perhiasan hingga menghias desa.

Semua penduduk bergotong royong saling bahu membahu demi kelancaran upacara adat yang akan digelar.

Upacara adat dimeriahkan dengan pagelaran Gendang Guro-Guro Aron yang merupakan musik khas masyarakat Karo.

Pesta yang dilakukan setahun sekali ini dihadiri oleh seluruh penduduk kecuali seorang nenek tua renta yang sedang lumpuh. Anak, cucu, dan menantu yang hadir melupakan mengirim makanan untuk nenek.

Saat pesta usai, mareka baru ingat untuk mengirim makanan kepada nenek.
Namun di tengah perjalanan, cucu telah memakan isi bungkusan dan yang tersisa hanya tulang belulang.

Nenek yang tidak mengetahui hal tersebut mengira anak dan menantunya telah tega melakukan hal tersebut. Maka, ia merasa sedih dan terhina. Air matanya tidak terbendung lagi.

Kemudian, ia berdoa pada Tuhan agar mengutuk anak dan menantunya.

Tiba-tiba, langit menjadi mendung, guntur menggelegar memacah langit dan tidak lama hujan turun dengan lebat.

Penduduk desa pontang-panting menyelamatkan diri, namun semua tidak dapat diselamatkan. Desa dan seluruh penduduknya tenggelam dari keganasan alam. Alhasil, desa tersebut menjadi Danau Lau Kawar.

Selain cerita legenda, ada sejumlah pantangan di sekitar danau, seperti dilarang berkata kotor dan berbuat maksiat.

Jika dilanggar, penunggu danau akan marah dan diwarnai dengan datangnya badai secara tiba-tiba.